Monday, November 29, 2021

3:31 AM
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Wayan Koster dan Park Tae-sung Bahas Pengembangan Kendaraan Listrik Berbasis Baterai dari Korsel.

Wayan Koster dan Park Tae-sung Bahas Pengembangan Kendaraan Listrik Berbasis Baterai dari Korsel


Wayan Koster dan Park Tae-sung Bahas Pengembangan Kendaraan Listrik Berbasis Baterai dari Korsel

Posted: 27 Nov 2021 09:00 PM PST

Wayan Koster dan Park Tae-sung Bahas Pengembangan Kendaraan Listrik Berbasis Baterai dari Korsel.lelemuku.com.jpg

DENPASAR, LELEMUKU.COM - Gubernur Bali, Wayan Koster mengajak Duta Besar (Dubes) Republik Korea Selatan untuk Indonesia, Park Tae-sung toast arak Bali sebagai bentuk penghormatan atas langkah awal kerjasama antara Bali dengan Republik Korea Selatan (Korsel) di dalam Pengembangan Kendaraan Listrik Berbasis Baterai hingga moda transportasi LRT (Light Rail Transit).

Gubernur Bali yang melakukan pertemuan dengan Dubes Republik Korsel untuk Indonesia Park Tae-sung beserta jajarannya di Jayasabha, Denpasar pada, Kamis (Wraspati Kliwon, Langkir) 25 Nopember 2021 petang, didampingi oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP (DPMPTSP) Provinsi Bali, Anak Agung Ngurah Oka Sutha Diana, Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Bali, IGW Samsi Gunarta, dan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kadis Kominfo) Provinsi Bali, Gede Pramana.

Dalam sambutannya, Gubernur jebolan ITB ini menyatakan kerjasama dengan Republik Korsel terkait Pengembangan Kendaraan Listrik Berbasis Baterai hingga moda transportasi LRT (Light Rail Transit) di Bali diharapkan bisa ditindaklanjuti secara lebih serius.

Mengingat gagasan ini telah mendapatkan lampu hijau dari Kementerian Perhubungan RI dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) serta Wakil Menteri Pertanahan-Infrastruktur-Transportasi Korsel.

"Kita terus berkomunikasi dengan Pemerintah Pusat, intinya kementerian terkait sudah mendukung dan mendorong hal tersebut segera terwujud. Apalagi Bali saat ini telah memiliki regulasinya, seperti Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 48 Tahun 2019 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai," ujar Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Buleleng ini seraya menyatakan para pegawai (ASN, red) dan mobil dinasnya Kita akan dorong menggunakan kendaraan listrik.

Begitu juga Kita akan siapkan skema kawasan atau zona kendaraan listrik yang rencananya di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung; di Sanur, Kota Denpasar; di Ubud, Kabupaten Gianyar; di Kuta dan Nusa Dua, Kabupaten Badung.

Adanya kerjasama yang telah terjalin dengan baik antara negara Indonesia dengan Korsel sebagai negara yang terkenal akan industri otomotifnya, diharapkan mampu mengembangkan kawasan industri kendaraan listrik berbasis baterai ke Pulau Dewata untuk menciptakan ekosistem bahwa Bali konsen pada energi bersih, dan bisa jadi yang terdepan di dalam penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai.

Sementara itu, Dubes Park Tae-sung menyampaikan terkait kerjasama di moda transportasi LRT, bahwa Pemerintah Korsel telah bertekad dan mencapai kesepakatan guna mendorong dan melanjutkan terwujudnya proyek ini.

"Jadi kunjungan Kami ini sebagai awal mempercepat program, karena telah adanya dukungan dari Kementerian Perhubungan dan Bappenas RI. Untuk Feasibility Study juga tengah berjalan dan Saya yakin jika ini sukses, maka Bali akan menjadi pulau yang punya inovasi di moda transportasi dan makin terkenal di kancah internasional," kata Park Tae-sung.

Dubes Korsel juga menyampaikan terimakasih atas langkah nyata Gubernur Bali, Wayan Koster yang telah menciptakan regulasi tentang energi bersih dan kendaraan listrik berbasis baterai di Bali.

"Korsel sedang melakukan kerjasama dengan Indonesia untuk membangun ekosistem kendaraan listrik untuk jadikan Indonesia sentra pengembangan kendaraan listrik di ASEAN. Presiden RI pun sudah merestui mobil listrik, asal Korsel mendukung gelaran G20 sebagai kendaraan resmi," tutupnya. (diskominfobali)

Wayan Koster Hadiri Puncak Peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2021 di Provinsi Bali

Posted: 27 Nov 2021 08:00 PM PST

Wayan Koster Hadiri Puncak Peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2021 di Provinsi Bali.lelemuku.com.jpg

DENPASAR, LELEMUKU.COM - Gubernur Bali, Wayan Koster menghadiri Puncak Peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2021 dan HUT PGRI ke -76 di Gedung Natya Mandala, ISI Denpasar, Jumat (Sukra Umanis, Langkir), 26 November 2021.

Kehadiran Gubernur Bali asal Desa Sembiran Buleleng ini disambut langsung oleh Ketua PGRI Provinsi Bali, I Komang Artha Saputra, Ketua Panitia HUT PGRI Ke 76 Provinsi Bali, I Wayan Kamasan, dan didampingi oleh Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Prof. Dr. Wayan "Kun" Adnyana, Dirut Bank BPD Bali, I Nyoman Sudharma, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali, Drs. KN. Boy Jayawibawa, serta Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Prof Dr I Gede Arya Sugiartha.

Dalam sambutannya, Gubernur Koster menegaskan bahwa dirinya akan selalu hadir disetiap Peringatan Hari Guru Nasional, termasuk HUT PGRI. Karena bagi Wayan Koster, ia memiliki sejarah panjang terkait guru, dimana yang Pertama: ia mengingat betul perjuangan sang ayah ketika menjadi seorang guru di dunia pendidikan dan menyempatkan waktu mendidiknya hingga akhirnya lulus sarjana di ITB disaat ekonomi keluarganya dalam kondisi kurang mampu, hingga berkarir di dunia politik menjadi Anggota DPR-RI dan sekarang diberikan kepercayaan menjadi Gubernur Bali; dan Kedua: Bagi Wayan Koster, guru adalah salah satu bagian hidupnya yang telah memberikan semangat untuk meneruskan perjuangan bangsa agar negara ini melahirkan generasi yang progresif, santun, nasionalis dan berdaya saing. Semangat itu ia lakoni saat menjadi Anggota Komisi X DPR-RI, Fraksi PDI Perjuangan dan berjuang secara politik membahas RUU tentang Guru dan Dosen hingga akhirnya berhasil menciptakan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Berpidato selama satu jam, tiga menit lamanya di depan podium, Gubernur Bali jebolan ITB ini dihadapan para guru yang hadir mengingatkan seluruh siswa, stakeholder, hingga Kita semua untuk selalu mengingat jasa-jasa para guru dan hormat kepada guru seperti apa yang telah diajarkan dalam agama Hindu, dimana Kita memiliki Catur Guru yang terdiri dari Guru Swadyaya, Guru Wisesa, Guru Pengajian, dan Guru Rupaka. Sehingga ditengah perkembangan teknologi yang membawa perubahan pada sistem belajar mengajar yang dari konvensional tatap muka ke sistem daring, diharapkan tidak mengikis rasa hormat Kita semua pada guru dan melupakan jasa dari para guru itu sendiri. "Kita bisa seperti sekarang ini dengan profesi apapun, semua terlahir dari sekolah, semua terlahir karena didikan para guru, jangan pernah lupakan jasa guru, tanpa guru Kita tidak bisa seperti sekarang ini, tidak memiliki ijasah seperti yang Kita miliki sekarang, hormati guru dan jangan pernah alpaka (tidak hormat, red) kepada guru," tegas orang nomor satu di Pemprov Bali ini.

Gubernur Koster yang juga sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini meminta agar PGRI sebagai organisasi yang menaungi para pahlawan Pendidikan dapat memainkan perannya lebih maksimal lagi, mengarahkan para guru agar betul-betul bekerja dengan baik menjalankan profesinya dengan penuh tanggung jawab dan yang terpenting menjadi panutan dihadapan anak didiknya. "PGRI harus bisa menjalankan fungsinya dengan baik di dalam menaungi guru. Guru tidak hanya sebatas memberikan pendidikan, tetapi juga membangun karakter anak didik. Guru itu model bagi siswa, contoh bagi siswa, penuntun siswa sehingga guru harus bisa menjalankan profesinya dengan penuh dedikasi, penuh tanggung jawab agar terbentuk anak didik yang berkualitas, berdaya saing dan berkarakter," pesannya.

Berkaitan dengan dunia pendidikan, Gubernur Bali meminta agar proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah dapat menyelaraskan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru. Karena di dalam mengimplementasikan visi ini, Gubernur Koster menegaskan bahwa telah ada regulasi pendukung yang sesuai dengan Prinsip Trisakti Bung Karno: Berdaulat secara Politik, Berdikari secara Ekonomi, dan Berkepribadian dalam Kebudayaan. Regulasi tersebut diantaranya seperti: Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018 tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali, Peraturan Gubernur Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali serta Penyelengaraan Bulan Bahasa Bali serta Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 4 Tahun 2021 tentang Penggunaan Kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali.

"Untuk itu, Saya berharap sekolah benar – benar dapat menerapkan dan mengimplementasikannya regulasi yang Saya sampaikan diatas. Karena Bali sangat bersyukur mempunyai Aksara Bali, keberadaan aksara pada suatu daerah atau negara, menunjukkan daerah tersebut memiliki tingkat peradaban yang tinggi dan mengakar kuat dengan nilai-nilai kebudayaannya yang adi luhung. Kemudian, penggunaan busana adat Bali dan Kain Tenun Endek Bali selain merupakan upaya untuk membangkitkan ekonomi di Bali, namun hal ini juga untuk membentuk karakter dan identitas masyarakat Bali, khususnya dunia pendidikan agar terus melestarikan nilai-nilai budaya Bali. Untuk itu, Saya minta para guru bantu Kami, bantu Bali untuk menancapkan lebih kuat lagi warisan adiluhung tersebut pada anak didik Kita melalui pembelajaran di sekolah," tegasnya diakhir pidatonya.

Diakhir Puncak Peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2021 dan HUT PGRI ke -76, Gubernur Bali, Wayan Koster menyerahkan hadiah dari Bank BPD Bali kepada para guru yang memenangi lomba membaca puisi, lomba paduan suara, lomba senam serta karya tulis. (diskominfobali)

Cok Ace Ingatkan Mahasiswa Udayana Pentingnya Harmonisasi Budaya dan Pariwisata di Bali

Posted: 27 Nov 2021 10:26 AM PST

Cok Ace Ingatkan Mahasiswa Udayana Pentingnya Harmonisasi Budaya dan Pariwisata di Bali.lelemuku.com.jpg

DENPASAR, LELEMUKU.COM - Wakil Gubernur Bali Prof. Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) menekankan pentingnya harmonisasi antara penguatan budaya dan pengembangan sektor pariwisata. 

Ia menganalogikan budaya dan pariwisata seperti sosok ibu dan anak yang idealnya memiliki hubungan harmonis serta tak boleh ada kesan saling mendominasi.

Hal tersebut diutarakannya saat menjadi pembicara pada Bincang Budaya Nata Cintya Mani yang berlangsung di Aula Widya Sabha Mandala Kampus Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Sabtu (27/11/2021).

Dialog budaya ini merupakan salah satu acara memeriahkan rangkaian kegiatan Reinkarnasi Budaya yang dilaksanakan Badan Eksekutif Mahasiswa FIB Unud.

Bicara soal keterkaitan antara budaya dan pariwisata, Wagub Cok Ace mengawali paparannya dengan sejarah awal perkembangan pariwisata Bali. Merunut ke belakang, pada era tahun 30an, Bali dikenal sebagai daerah agraris yang menjiwai perkembangan budaya masyarakatnya. Saat itu, satu dua orang asing mulai datang, bukan untuk tujuan wisata tapi dengan kepentingan lain.

Ketika berkunjung ke Bali, satu dua orang asing itu takjub dengan keindahan alam dan keunikan seni dan budaya Bali.

"Mereka mendapati sebuah pulau yang begitu eksotis lalu tertarik membawa kolega lainnya berkunjung. Oleh masyarakat Bali, awalnya mereka belum disebut turis, tapi krama tamiu. Demikianlah awal perkembangan pariwisata Bali," tuturnya.

Hingga era tahun 70an, menurut Cok Ace budaya masih dominan dan pariwisata masih dianggap sebagai bonus. Seiring makin banyaknya turis yang berkunjung ke Pulau Dewata, sektor pariwisata Bali booming pada tahun 90an yang mulai memicu kekhawatiran akan munculnya ketimpangan antara budaya dan pariwisata.

Kekhawatiran ini kemudian dijawab dengan pembentukan kawasan khusus pariwisata di Nusa Dua yaitu BTDC.

"Tujuannya agar kantong-kantong budaya tetap dijaga," imbuhnya. Namun pesatnya perkembangan pariwisata tak dapat dibendung hingga mengakibatkan fase ekonomi Bali langsung mengalami lompatan dari sektor primer (agraris) dan sektor tersier (jasa pariwisata), tanpa melewati tahap sekunder. Lompatan ini menyebabkan Bali belum siap dengan pondasi industri, seperti pengolahan sayur mayur dan buah menjadi produk pangan olahan yang sejatinya dibutuhkan untuk menjaga stabilitas proses produksi hasil pertanian. "Kita belum siap dengan industri pengolahan. Hasil pertanian seperti buah, sayur dan lainnya hanya dijual begitu saja, padahal fase sekunder sangat kita butuhkan," ujarnya.

Wagub yang juga menjabat sebagai Ketua BPD PHRI Bali ini menambahkan, disharmoni antara budaya dan pariwisata memuncak di era tahun 2000. Ia menyebut Bali berada di persimpangan dan dihadapkan pada pilihan sulit hingga akhirnya sebagian memilih sektor pariwisata yang memang menawarkan kesejahteraan.


Ia lantas mengumpamakan budaya dan pariwisata seperti pohon, dimana budaya yang akarnya tumbuh di tanah Bali sebagai bagian batang dan pariwisata ada di bagian ranting yang relatif rapuh.

"Sebagian memilih pariwisata atau bagian ranting-ranting kecil, sementara batang dan akarnya terkesan luput dari perhatian. Karena terlalu fokus pada ekonomi, kita lupa merawat batang pohon,ibarat seorang anak lupa pada ibu. Kita telah tersesat cukup jauh karena kepentingan pariwisata. Konsep pariwisata untuk Bali berbalik menjadi Bali untuk pariwisata karena terlalu tunduk pada sektor pariwisata," bebernya.

Guru Besar ISI Denpasar ini melanjutkan, pendemi Covid-19 yang meluluhlantahkan perekonomian Bali memberi sebuah pelajaran bahwa ketidakharmonisan yang terjadi harus segera dibenahi. "Kita diingatkan agar jangan tersesat lebih jauh lagi ke dalam materialistik," cetusnya.

Menurut dia, Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali dengan konsep pembangunan satu pulau satu tata kelola menjadi satu jawaban untuk mengembalikan harmonisasi sektor pariwisata dan budaya.

Selain Wagub Cok Ace, Dialog Budaya juga menghadirkan tiga pembicara lain yaitu Dr.Nararya Narottama, Anak Agung Gede Agung Rahma Putra dan Putu Eka Guna Yasa.

Pada penghujung acara dialog, Wagub Cok Ace dan tiga pembicara lainnya menerima piagam penghargaan dari panitia penyelenggara yang diserahkan oleh Dekan I FIB Unud I Nyoman Arya Wibawa. (diskominfobali)